Marilah beraktivitas, wahai saudaraku yang berhati tulus!
Al Qur’an surat At Taubah ayat 105
Al Qur’an surat Al An’am ayat 153
Wahai ikhwan dan akhwat yang tulus … !
Rukun bai’at kita ada sepuluh:
1. Fahm ( Pemahaman )
2. Ikhlas
3. Amal ( Aktivitas )
4. Jihad
5. Tadhhiyah ( Pengorbanan )
6. Taat ( Kepatuhan )
7. Tsabat ( Keteguhan )
8. Tajarrud ( Kemurnian )
9. Ukhuwah
10. Tsiqah ( Kepercayaan )
Berikut ini penjelasan dari 10 rukun tersebut:
1. Fahm ( Pemahaman )
Yakin bahwa fikrah kita adalah `fikrah Islamiyah yang bersih`.Hendaknya memahami Islam sebagaimana memahaminya dalam batas-batas ushul al- ’isyrin (dua puluh prinsip) yang sangat ringkas ini :
1. Islam adalah sistem yang menyeluruh, yang menyentuh seluruh segi kehidupan. Ia adalah negara dan tanah air, pemerintah dan umat, akhlak dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu dan peradilan, materi dan kekayaan alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran, sebagaimana juga ia adalah aqidah yang lurus dan ibadah yang benar, tidak kurang dan tidak lebih.
2. Al Qur’an yang mulia dan Sunah Rasul yang suci adalah tempat kembali setiap muslim untuk memahami hukum-hukum Islam. Memahami Al Qur’an sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa arab, tanpa takalluf (memaksakan diri) dan ta’assuf (serampangan). Kemudian memahami sunah yang suci melalui rijalul hadits (perawi hadits) yang terpercaya.
3. Iman yang tulus, ibadah yang benar dan mujahadah (kesungguhan dalam beribadah) adalah cahaya dan kenikmatan yang ditanamkan Allah dihati hamba-Nya yang Dia kehendaki. Sedangkan ilham, lintasan perasaan, ketersingkapan (rahasia alam) dan mimpi, ia bukanlah bagian dari dalil hukum-hukum syariat. Ia bisa juga dianggap dalil dengan syarat tidak bertentangan dengan hukum-hukum agama dan teks-teksnya.
4. Jimat, mantera, guna-guna, ramalan, perdukunan, penyingkapan perkara ghaib, dan semisalnya, adalah kemungkaran yang harus diperangi, kecuali mantera dari ayat Al Qur’an atau ada riwayat dari Rasulullah Saw.
5. Pendapat imam atau wakilnya tentang sesuatu yang tidak ada teks hukumnya, tentang sesuatu yang mengandung ragam interpretasi dan tentang sesuatu yang membawa kemaslahatan umum, bisa diamalkan sepanjang tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah umum syariat. Ia mungkin berubah seiring dengan perubahan situasi, kondisi dan tradisi setempat. Yang prinsip, ibadah itu diamalkan dengan kepasrahan total tanpa mempertimbangkan makna. Sedangkan dalam urusan selain ibadah (adat istiadat), maka harus mempertimbangkan maksud dan tujuannya.
6. Setiap orang boleh diambil atau ditolak kata-katanya kecuali Al Ma’sum (Rasulullah) Saw. Setiap yang datang dari kalangan salaf dan sesuai dengan kitab dan sunah, kita terima. Jika tidak sesuai dengannya, maka Kitabullah dan Sunnah RasulNya lebih utama untuk diikuti. Namun demikian, kita tidak boleh melontarkan kepada orang-orang – oleh sebab sesuatu yang diperselisihkan dengannya – kata-kata caci maki dan celaan. Kita serahkan saja kepada niat mereka, dan mereka telah berlalu dengan amal-amalnya.
7. Setiap muslim yang belum mencapai kemampuan telaah terhadap dalil-dalil hukum furu’ (cabang), hendaklah mengikuti pemimpin agama. Meskipun demikian, alangkah baiknya jika – bersamaan dengan sikap mengikutnya ini – ia berusaha semampu yang ia lakukan untuk mencari dalil-dalilnya. Hendaknya ia menerima setiap masukan yang disertai dengan dalill selama ia percaya dengan kapasitas orang yang memberi masukan itu. Dan hendaklah ia menyempurnakan kekurangannya dalam hal ilmu pengetahuan jika ia termasuk orang pandai, hingga mencapai derajat pentelaah.
8. Khilaf dalam masalah fiqih furu’ (cabang) hendaknya tidak menjadi faktor pemecah belah dalam agama, tidak menyebabkan permusuhan dan tidak juga kebencian. Setiap mujtahid mendapatkan pahalanya. Semetara itu, tidak ada larangan melakukan studi ilmiah yang jujur terhadap persoalan khilafiyah dalam naungan kasih sayang dan saling membantu karena Allah untuk menuju kepada kebenaran. Semua itu tanpa melahirkan sikap egois dan fanatik.
9. Setiap masalah, yang amal tidak dibangun diatasnya, sehingga menimbulkan perbincangan yang tidak perlu adalah kegiatan yang dilarang secara syar’i. Misalnya memperbincangkan berbagai hukum tentang masalah yang tidak benar-benar terjadi, atau memperbincangkan makna ayat-ayat Al Qur’an yang kandungan maknanya tidak dipahami oleh akal pikiran, atau memperbincangkan perihal perbandingan keutamaan dan perselisihan yang terjadi diantara para sahabat (padahal masing-masing dari mereka memiliki keutamaannya sebagai sahabat Nabi dan pahala niatnya). Dengan ta’wil (menafsiri baik perilaku para sahabat) kita terlepas dari persoalan.
10. Ma’rifah kepada Allah dengan sikap tauhid dan penyucian (dzat)Nya adalah setinggi-tinggi tingkatan aqidah Islam. Sedangkan mengenai ayat-ayat sifat dan hadits-hadits shahih tentangnya, serta berbagai keterangan mutasyabihat yang berhubungan dengannya, kita cukup mengimaninya sebagaimana adanya tanpa ta’wil dan ta’thil, serta tidak memperuncing perbedaan yang terjadi diantara para ulama. Kita mencukupkan diri dengan keterangan yang ada, sebagaimana Rasulullah Saw dan para sahabatnya mencukupkan diri dengannya. Al Qur’an surat Ali Imran ayat 7.
11. Setiap bid’ah dalam agama Allah yang tidak ada pijakannya tetapi dianggap baik oleh hawa nafsu manusia, baik berupa penambahan maupun pengurangan, adalah kesesatan yang wajib diperangi dan dihancurkan dengan menggunakan cara yang sebaik-baiknya, yang tidak justru menimbulkan bid’ah lain yang lebih parah.
12. Perbedaan pendapat dalam masalah Bid’ah idhafiyah (bid’h penambahan) misalnya berdzikir dengan suara yang keras. Secara hukum, dzikir itu masyru’(disyariatkan), tetapi mengeraskan suara itu tidak masyru’. Oleh karenanya, ini merupakan amalan yang bid’ah ditinjau dari caranya. Bid’ah tarkiyah (bid’ah penolakan) misalnya praktek sebagian orang tasawwuf yang meninggalkan makanan yang hukumnya halal dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah dan menyiksa diri. Praktek begini termasuk bid’ah, karena mengharamkan sesuatu yang sebenarnya halal. Dan iltizam (membuat peraturan-peraturan bagi ibadah yang bersifat mutlak, misalnya membaca secara rutin adzkar pada setiap malam jum’at dengan bilangan tertentu) terhadap ibadah mutlaqah (yang tidak ditetapkan, baik cara maupun waktunya) adalah perbedaan dalam masalah fiqih. Setiap orang mempunyai pendapat sendiri. Namun tidaklah mengapa jika dilakukan penelitian untuk mendapatkan hakekatnya dengan dalil dan bukti.
13. Cinta kepada orang-orang yang shalih, memberikan penghormatan kepadanya, dan memuji karena perilaku baiknya adalah bagian dari taqarrub kepada Allah Swt. Sedangkan para wali adalah mereka yang disebut dalam firman-Nya, “Yaitu orang-orang yang beriman dan mereka itu bertaqwa”. Karamah pada mereka itu benar terjadi jika memenuhi syarat-syarat syar’inya. Itu semua dengan suatu keyakinan bahwa mereka – Semoga Allah meridhoi mereka – tidak memiliki madharat dan manfaat bagi dirinya, baik ketika masih hidup maupun setelah mati, apalagi bagi orang lain.
14. Ziarah kubur – kubur siapa pun – adalah sunah yang disyariatkan dengan cara-cara yang diajarkan Rasulullah Saw. Akan tetapi, meminta pertolongan kepada penghuni kubur siapapun mereka, berdoa kepadanya, memohon pemenuhan hajat (baik dari jarak dekat maupun dari kejauhan), bernadzar untuknya, membangun kuburnya, menutupinya dengan satir, memberikan penerangan, mengusapnya (untuk mendapatkan barakah), bersumpah dengan selain Allah dan segala sesuatu yang serupa dengannya adalah bid’ah besar yang wajib diperangi. Juga janganlah mencari ta’wil (pembenaran) terhadap berbagai perilaku itu, demi menutup pintu fitnah yang lebih parah lagi.
15. Do’a apabila diiringi tawasul kepada Allah dengan salah satu makhluk-Nya adalah perselisihan furu’ menyangkut tata cara berdo’a, bukan termasuk masalah aqidah.
16. Istilah (keliru) yang sudah mentradisi (misalnya praktek ribawi dalam kehidupan ekonomi yang sudah dikemas dengan berbagai istilah, sehingga mengesankan hokum boleh dan wajar) tidak mengubah hakekat hukum syar’inya. Akan tetapi, ia harus disesuaikan dengan maksud dan tujuan syariat itu, dan kita berpedoman dengannya. Disamping itu, kita harus berhati-hati terhadap istilah yang menipu (misalnya prinsip bahwa Islam sangat peduli dengan kaum dhu’afa, sering dijadikan hujjah bagi orang yang ingin mengatakan bahwa sosialisme itu juga Islami), yang sering digunakan dalam pembahasan masalah dunia dan agama. Ibrah itu ada pada esensi dibalik suatu nama, bukan pada nama itu sendiri.
17. Aqidah adalah pondasi aktivitas; aktivitas hati lebih penting daripada aktivitas fisik. Namun, usaha untuk menyempurnakan keduanya merupakan tuntutan syariat, meskipun kadar tuntutan masing-masing berbeda.
18. Islam itu membebaskan akal pikiran, menghimbaunya untuk melakukan telaah terhadap alam, mengangkat derajat ilmu dan ulamanya sekaligus dan menyambut hadirnya segala sesuatu yang melahirkan maslahat dan manfaat. “Hikmah adalah barang yang hilang milik orang yang beriman (mukmin). Barangsiapa mendapatkannya, ia adalah orang yang paling berhak atasnya“.
19. Pandangan syar’i dan pandangan logika memiliki wilayahnya masing-masing yang tidak dapat saling memasuki secara sempurna. Namun demikian, keduanya tidak pernah berbeda (selalu beririsan) dalam masalah qath’i (absolut). Hakikat ilmiah yang benar tidak mungkin bertentangan dengan kaidah-kaidah syariat yang tsabitah (jelas). Sesuatu yang zhanni (interpretable) harus ditafsirkan agar sesuai dengan yang qath’i. Jika yang berhadapan adalah dua hal yang sama-sama zhanni, maka pandangan yang syar’i lebih utama untuk diikuti sampai logika mendapatkan legalitas kebenarannya, atau gugur sama sekali.
20. Kita tidak mengkafirkan seorang muslim yang telah mengikrarkan dua kalimat syahadat, mengamalkan kandungannya dan menunaikan kewajiban-kewajibannya, baik karena lontaran pendapat maupun karena kemaksiatannya, kecuali jika ia mengatakan kata-kata kufur, mengingkari sesuatu yang telah diakui sebagai bagian penting dari agama, mendustakan secara terang-terangan Al Qur’an, menafsirkannya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa Arab, atau berbuat sesuatu yang tidak mungkin diinterpretasikan kecuali dengan tindakan kufur.
“Al Qur’an adalah dustur kami dan Rasul adalah Qudwah kami“.
2. Ikhlas
Ikhlas adalah Seorang muslim dalam setiap kata-kata, aktivitas dan jihadnya semua harus dimaksudkan semata-mata untuk mencari ridho Allah dan pahala-Nya, tanpa mempertimbangkan aspek kekayaan, penampilan, pangkat, gelar, kemajuan atau keterbelakangan. Dengan itulah ia menjadi tentara fikrah dan aqidah, bukan tentara kepentingan dan ambisi pribadi.
Al Qur’an surat Al An’am ayat 162-163
Slogan abadinya adalah Allah tujuan kami, Allah maha besar segala puji bagi-Nya.
3. Amal ( Aktivitas )
Amal (Aktivitas) adalah merupakan buah dari ilmu dan keikhlasan.
Al Qur’an surat At Taubah ayat 105
Tingkatan amal yang dituntut dari seorang akh yang tulus adalah :
a. Perbaikan diri sendiri, sehingga menjadi orang yang kuat fisiknya, kokoh akhlaknya, luas wawasannya, mampu mencari penghidupan, selamat aqidahnya, benar ibadahnya, pejuang bagi dirinya sendiri, penuh perhatian akan waktunya, rapi urusannya dan bermanfaat bagi orang lain.
b. Pembentukan keluarga muslim, dengan mengkondisikan keluarga agar menghargai fikrahnya, menjaga etika Islam dalam setiap aktivitas kehidupan rumah tangganya, memilih istri yang baik dan menjelaskan padanya hak dan kewajibannya, mendidik anak dan pembantunya dengan didikan yang baik serta membimbing mereka dengan prinsip-prinsip Islam.
c. Bimbingan masyarakat, dengan menyebarkan dakwah, memerangi prilaku yang kotor dan munkar, mendukung prilaku utama, amar ma’ruf, bersegera mengerjakan kebaikan, menggiring opini umum untuk memahami fikrah islamiyah dan mencelup praktek kehidupan dengannya terus-menerus.
d. Pembebasan tanah air dari setiap penguasa asing (non Islam) baik secara politik, ekonomi maupun moral.
e. Memperbaiki keadaan pemerintah, sehingga menjadi pemerintah Islam yang baik sehingga dapat memainkan perannya sebagai pelayan umat dan bekerja demi kemaslahatan mereka. Pemerintah Islam yaitu anggotanya terdiri dari kaum muslimin yang menunaikan kewajiban Islam, tidak terang-terangan dengan kemaksiatan dan konsisten menerapkan hukum serta ajaran Islam. Sifat yang dibutuhkan yaitu rasa tanggung jawab, kasih sayang kepada rakyat, adil terhadap semua orang, tidak tamak terhadap kekayaan Negara dan ekonomis dalam penggunaannya. Kewajiban yang harus ditunaikan yaitu menjaga keamanan, menerapkan undang-undang, menyebarkan nilai-nilai ajaran, mempersiapkan kekuatan, menjaga kesehatan, melindungi keamanan umum, mengembangkan investasi dan menjaga kekayaan, mengokohkan mentalitas serta menyebarkan dakwah. Haknya jika kewajiban telah ditunaikan yaitu loyalitas dan ketaatan serta pertolongan terhadap jiwa dan hartanya. Tidak ada ketaatan kepada mahluk dalam bermaksiat kepada Khaliq.
f. Mempersiapkan seluruh asset negeri di dunia untuk kemaslahatan umat Islam dengan membebaskan seluruh negeri, membangun kejayaannya, mendekatkan peradabannya dan menyatukan kata-katanya sehingga dapat mengembalikan tegaknya kekuasaan khilafah yang telah hilang dan terwujudnya persatuan yang diimpi-impikan bersama.
g. Penegakkan kepemimpinan dunia dengan penyebaran dakwah Islam di seantero negeri. QS. Al Baqoroh : 193, At Taubah : 32, Yusuf : 21.
4. Jihad
Jihad adalah sebuah kewajiban yang tetap hukumnya hingga hari kiamat. “Barangsiapa mati, sementara ia belum pernah berperang atau berniat untuk berperang, ia mati dalam keadaan jahiliyah. Peringkat pertama jihad adalah pengingkaran dengan hati dan peringkat terakhirnya adalah perang di jalan Allah sedang diantara keduanya terdapat jihad dengan lisan, pena, tangan dan kata-kata yang benar di hadapan penguasa yang zalim. QS. Al Hajj : 78. Jihad adalah jalan kami.
5. Tadhhiyah ( Pengorbanan )
Tadhhiyah / Pengorbanan adalah pengorbanan jiwa, harta, waktu, kehidupan dan segala sesuatu yang dipunyai seseorang untuk meraih tujuan. QS. At Taubah : 111, At Taubah : 24. “Jika engkau semua taat, niscaya Allah memberimu balasan yang baik”. Gugur di jalan Allah adalah setinggi-tinggi cita-cita kami.
6. Taat ( Kepatuhan )
Taat / Kepatuhan adalah menjalankan perintah dan merealisasikannya dengan serta merta, baik dalam keadaan sulit maupun mudah, saat bersemangat maupun malas. Karena tahapan dakwah ada tiga yaitu :
a. Ta’rif yaitu penyebaran fikrah Islam di tengah masyarakat dengan sistem kelembagaan. Urgensinya adalah kerja social bagi kepentingan umum, medianya adalah nasehat dan bimbingan sekali waktu dan membangun berbagai tempat yang berguna di waktu yang lain juga berbagai media aktivitas lainnya.
b. Takwin yaitu melakukan seleksi terhadap anasir positif untuk memikul beban jihad dan untuk menghimpun berbagai bagian yang ada. Sistem dakwah pada tahapan ini tasawwuf murni dalam tataran ruhani dan bersifat militer dalam tataran operasional. Slogannya : Perintah dan taat, tanpa ragu dan bimbang. Tahapan dakwah ini bersifat khusus tidak dapat dikerjakan oleh seseorang kecuali yang memiliki kesiapan secara benar untuk memikul beban jihad yang panjang masanya dan berat tantangannya. Slogannya totalitas ketaatan.
c. Tanfidz yaitu jihad tanpa kenal sikap plin-plan, kerja terus menerus untuk menggapai tujuan akhir serta kesiapan menanggung cobaan dan ujian yang tidak mungkin bersabar atasnya kecuali orang-orang yang tulus.
7. Tsabat ( Keteguhan )
Tsabat / Keteguhan adalah senantiasa bekerja sebagai mujahid di jalan yang mengantarkan pada tujuan, betapa pun jauh jangkauannya dan lama waktunya, sehingga bertemu dengan Allah dalam keadaan meraih kemenangan atau syahid di jalan-Nya. QS. Al Ahzab : 23. Waktu bagi kita adalah bagian dari solusi. Setiap sarana dakwah kita membutuhkan kesiapan yang baik, penetapan waktu yang tepat dan pelaksanaan yang cermat semua itu dipengaruhi oleh waktu. QS. Al Isra’ : 51.
8. Tajarrud ( Kemurnian )
Tajarrud / Kemurnian adalah membersihkan pola pikir dari berbagai prinsip nilai lain dan pengaruh individu, karena ia adalah setinggi-tinggi dan selengkap-lengkap fikrah. QS. Al Baqarah : 138, Mumtahanah : 4. Manusia dalam pandangan akh yang tulus adalah salah satu dari enam golongan yaitu muslim yang pejuang, muslim yang duduk-duduk, muslim pendosa, dzimmi atau mu’ahid (orang kafir yang terikat oleh perjanjian damai), muhayid (orang kafir yang di lindungi) atau muharib (orang kafir yang memerangi).
9. Ukhuwah
Ukhuwah adalah terikatnya hati dan ruhani dengan ikatan aqidah. Aqidah adalah sekokoh-kokohnya ikatan dan semulia-mulianya. Ukhuwah adalah saudaranya keimanan, perpecahan adalah saudara kembarnya kekufuran. Tidak ada persatuan tanpa cinta kasih. Minimal cinta kasih adalah kelapangan dada dan maksimal adalah itsar (mementingkan orang lain dari diri sendiri). QS. Al Hasyr : 9. Ibarat sebuah bangunan yang satu mengokohkan yang lain. “orang-orang mukmin laki-laki dan orang-orang mukmin perempuan, sebagian mereka menjadi pelindung bagi lainnya.
10. Tsiqah ( Kepercayaan )
Tsiqah / Kepercayaan adalah rasa puasnya seorang tentara atas komandannya, dalam hal kapasitas kepemimpinan maupun keikhlasannya, dengan kepuasan mendalam yang menghasilkan perasaan cinta, penghargaan, penghormatan dan ketaatan. QS. An Nisa : 65. Pemimpin adalah unsur penting dakwah, tidak ada dakwah tanpa kepemimpinan. Kadar kepercayaan antara pemimpin dan pasukan menjadi neraca yang menentukan sejauhmana kekuatan system jamaah, ketahanan khithahnya, keberhasilannya mewujudkan tujuan dan ketegarannya menghadapi berbagai tantangan. “Maka lebih utama bagi mereka, ketaatan dan perkataan yang baik”. Kepemimpinan dalam dakwah menduduki posisi orang tua dalam hal ikatan hati, posisi guru dalam hal fungsi pengajaran, posisi syekh dalam aspek pendidikan ruhani dan posisi pemimpin dalam aspek penentuan kebijakan politik secara umum bagi dakwah.
Berikut adalah untuk mengetahui sejauhmana kepercayaan dirinya terhadap kepemimpinan yang ada :
a. Apakah sejak dahulu ia mengenal pemimpinnya, apakah pernah mempelajari riwayat hidupnya?
b. Apakah ia percaya kepada kapasitas dan keikhlasannya?
c. Apakah ia siap menganggap semua instruksi, yang diputuskan oleh pemimpin untuknya, tanpa maksiat tentu sebagai instruksi yang harus dilaksanakan tanpa reserve, tanpa ragu, tanpa ditambah dan tanpa dikurangi, dengan keberanian memberi nasehat dan peringatan untuk tujuan yang benar?
d. Apakah ia siap untuk menganggap dirinya salah dan pemimpinnya benar, jika terjadi pertentangan antara apa yang diperintahkan pemimpin dan apa yang ia ketahui dalam masalah-masalah ijtihadiyah yang tidak ada teks tegasnya dalam syariat?
e. Apakah ia siap untuk meletakkan seluruh aktivitas kehidupannya dalam kendali dakwah? Apakah dalam pandangannya pemimpin memiliki hak untuk mentarjih (menimbang dan memutuskan) antara kemaslahatan dirinya dan kemaslahatan secara umum?
QS. Al Anfal : 63
Iman kepada bai’at ini mengharuskan kita untuk menunaikan kewajiban-kewajiban berikut sehingga menjadi batu-bata yang kuat bagi bangunan :
1. Hendaklah memiliki wirid harian dari kitabullah tidak kurang dari satu juz. Usahakan untuk menghatamkan Al Qur’an dalam waktu tidak lebih dari sebulan dan tidak kurang dari tiga hari.
2. Hendaklah membaca Al Qur’an dengan baik, memperhatikannya dengan seksama dan merenungkan artinya. Hendaknya juga mengkaji sirah Nabi dan sejarah para salaf sesuai dengan waktu yang tersedia.Hendaknya juga membaca hadits Rasul Allah saw., minimal hafal 40 hadits, ditekankan pada Al Arba’in An Nawawiyah. Dan hendaknya juga mengkaji risalah tentang pokok-pokok aqidah dan cabang-cabang fiqih.
3. Hendaklah bersegera melakukan general check up secara berkala atau berobat, begitu penyakit terasa. Perhatikanlah faktor-faktor penyebab kekuatan dan perlindungan tubuh dan hindarilah factor-faktor penyebab lemahnya kesehatan.
4. Hendaklah menjauhi berlebihan dalam mengkonsumsi kopi, teh dan minuman perangsang semisalnya. Jangan meminum kecuali dalam keadaan darurat dan hindari rokok.
5. Hendaklah memperhatikan urusan kebersihan dalam segala hal, menyangkut : tempat tinggal, pakaian, makanan, badan dan tempat kerja karena agama ini dibangun di atas dasar kebersihan.
6. Hendaklah jujur dalam berkata dan jangan sekali-kali berdusta.
7. Hendaklah menepati janji, jangan mengingkarinya, betapa pun kondisi yang dihadapi.
8. Hendaklah berani dan tahan uji. Keberanian yang paling utama adalah terus-menerus dalam mengatakan kebenaran, ketahanan menyimpan rahasia, berani mengakui kesalahan, adil terhadap diri sendiri dan dapat menguasainya dalam keadaan marah sekalipun.
9. Hendaklah senantiasa bersikap tenang dan berkesan serius. Namun jangan keseriusan itu menghalangimu dari canda yang benar, senyum dan tawa.
10. Hendaklah memiliki rasa malu yang kuat, berperasaan sensitif, peka terhadap kebaikan dan keburukan yakni munculnya rasa bahagia untuk yang pertama dan rasa tersiksa untuk yang kedua. Hendaklah rendah hati tanpa menghina diri, bersikap taklid dan terlalu berlunak hati. Hendaklah engkau menuntut dari orang lain lebih rendah dari martabatmu untuk mendapatkan martabatmu yang sesungguhnya.
11. Hendaklah bersikap adil dan benar dalam memutuskan suatu perkara, pada setiap situasi. Janganlah kemarahan melalaikanmu untuk berbuat kebaikan, janganlah mata keridhoan engkau pejamkan dari perilaku yang buruk, janganlah permusuhan membuatmu lupa dari pengakuan jasa baik dan hendaklah engkau berkata benar meskipun itu merugikanmu atau merugikan orang yang paling dekat denganmu.
12. Hendaklah menjadi pekerja keras dan terlatih dalam menangani aktivitas sosial. Hendaklah merasa bahagia jika dapat mempersembahkan bakti untuk orang lain, gemar membesuk orang sakit, membantu orang yang membutuhkan, menanggung orang yang lemah, meringankan beban orang yang terkena musibah meskipun hanya dengan kata-kata yang baik dan senantiasa bersegera berbuat kebaikan.
13. Hendaklah berhati kasih, dermawan, toleran, pemaaf, lemah lembut baik kepada manusia maupun binatang, berperilaku baik dalam berhubungan dengan semua orang, menjaga etika-etika sosial Islam, menyayangi yang kecil dan menghormati yang besar, memberi tempat kepada orang lain dalam majelis, tidak memata-matai, tidak menggunjing, tidak mengumpat, meminta izin jika masuk maupun keluar rumah, dan lain-lain.
14. Hendaklah pandai membaca dan menulis, memperbanyak menelaah terhadap risalah Ikhwan, koran, majalah dan tulisan lainnya. Hendaklah membangun perpustakaan khusus, seberapa pun ukurannya, konsentrasi terhadap spesifikasi keilmuan dan keahlianmu jika engkau seorang spesialis, menguasai persoalan Islam secara umum, penguasaan yang membuatnya dapat membangun persepsi yang baik untuk menjadi referensi bagi pemahaman terhadap tuntutan fikrah.
15. Hendaklah memiliki proyek usaha ekonomi betapapun kayanya engkau, utamakan proyek mandiri betapapun kecilnya dan cukupkanlah apa yang ada pada dirimu betapa pun tingginya kapasitas keilmuanmu.
16. Janganlah terlalu berharap untuk menjadi pegawai negeri, jadikanlah ia sesempit-sempit pintu rezeki. Namun jangan ditolak jika diberi peluang untuk itu. Janganlah melepaskannya, kecuali jika ia benar-benar bertentangan dengan tugas-tugas dakwahmu.
17. Hendaklah memperhatikan penunaian tugas-tugasmu, bagaimana kualitasnya dan kecermatannya, jangan menipu dan hendaklah menepati kesepakatan.
18. Hendaklah memenuhi hakmu dengan baik dan memenuhi hak-hak orang lain dengan sempurna, tanpa dikurangi dan berlebihan, janganlah pula menunda-nunda pekerjaan.
19. Hendaklah menjauhkan judi dengan segala macamnya, betapapun maksud di baliknya.Hendaklah menjauhi mata pencaharian yang haram, betapapun keuntungan besar yang ada di baliknya.
20. Hendaklah menjauh dari riba dalam setiap aktivitasmu, dan sucikan ia dari riba sama sekali.
21. Hendaklah memelihara kekayaan umat Islam secara umum dengan mendorong berkembangnya pabrik-pabrik dan proyek-proyek ekonomi Islam. Hendaknya juga menjaga setiap keping mata uang agar tidak jatuh ke tangan orang non Islam dalam keadaan bagaimanapun. Jangan berpakaian dan jangan makan kecuali dari produk negerimu yang Islam.
22. Hendaklah memiliki kontribusi finansial dalam dakwah, tunaikan kewajiban zakatmu dan jadikan sebagian dari hartamu itu untuk orang yang meminta dan orang yang kekurangan, betapapun kecil penghasilanmu.
23. Hendaklah menyimpan sebagian dari penghasilanmu untuk persediaan masa-masa sulit, betapa pun sedikit dan jangan sekali-sekali menyusahkan dirimu untuk mengejar kesempurnaan.
24. Hendaklah bekerja semampu yang bisa dilakukan untuk menghidupkan tradisi Islam dan mematikan tradisi asing dalam setiap aspek kehidupanmu. Misalnya ucapan salam, bahasa, sejarah, pakaian, perabot rumah tangga, cara kerja dan istirahat, cara makan dan minum, cara datang dan pergi, serta gaya melampiaskan rasa suka dan duka. Hendaknya menjaga sunah dalam setiap aktivitas tersebut.
25. Hendaklah memboikot peradilan-peradilan setempat atau seluruh peradilan yang tidak Islami. Demikian juga gelanggang-gelanggang, penerbitan-penerbitan, organisasi-organisasi, sekolah-sekolah dan segenap institusi yang tidak mendukung fikrahmu secara total.
26. Hendaklah senantiasa merasa diawasi oleh Allah, mengingat akhirat dan bersiap-siap untuk menjemputnya, mengambil jalan pintas untuk menuju ridha Allah dengan tekad yang kuat, mendekatkan diri kepadanya dengan ibadah sunah seperti shalat malam, puasa tiga hari minimal setiap bulan, memperbanyak dzikir (hati dan lisan) dan berusaha mengamalkan doa yang diajarkan pada setiap kesempatan.
27. Hendaklah bersuci dengan baik dan usahakan untuk senantiasa dalam keadaan berwudhu di sebagian besar waktumu.
28. Hendaklah shalat dengan baik dan senantiasa tepat waktu dalam menunaikannya. Usahakan untuk senantiasa berjamaah di masjid jika itu mungkin dilakukan.
29. Hendaklah berpuasa Ramadhan dan berhaji dengan baik, jika engkau mampu melakukannya. Kerjakan sekarang juga jika engkau telah mampu.
30. Hendaklah senantiasa menyertai dirimu dengan niat jihad dan cinta mati syahid. Bersiaplah untuk itu kapan saja kesempatannya tiba.
31. Hendaklah senantiasa memperbaharui taubat dan istighfarmu, berhati-hatilah terhadap dosa yang kecil, apalagi dosa yang besar. Sediakan untuk dirimu beberapa saat sebelum tidur untuk introspeksi diri terhadap apa-apa yang telah engkau lakukan, yang baik maupun yang buruk. Perhatikan waktumu, karena waktu adalah kehidupan itu sendiri. Jangan pergunakan ia sedikit pun tanpa guna dan janganlah ceroboh terhadap hal-hal yang syubhat agar tidak jatuh ke dalam kubangan yang haram.
32. Hendaklah berjuang meningkatkan kapasitasmu dengan sungguh-sungguh agar engkau dapat menerima tongkat kepemimpinan. Hendaklah menundukkan pandanganmu, menekan emosimu dan memotong habis selera-selera rendah dari jiwamu, bawalah ia hanya untuk menggapai yang halal dan baik, dan hijabilah ia dari yang haram dalam keadaan bagaimanapun.
33. Hendaklah jauhi khamer dan seluruh makanan atau minuman yang memabukkan sejauh-jauhnya.
34. Hendaklah menjauhkan diri dari pergaulan dengan orang jahat dan persahabatan dengan orang yang rusak, serta jauhilah tempat-tempat maksiat.
35. Hendaklah perangi tempat-tempat iseng, jangan sekali-kali mendekatinya dan hendaklah jauhi gaya hidup mewah dan bersantai-santai.
36. Hendaklah mengetahui anggota katibahmu satu persatu dengan pengetahuan yang lengkap, juga kenalkan dirimu kepada mereka dengan selengkapnya. Tunaikan hak-hak ukhuwah mereka dengan seutuhnya. Hak kasih sayang, penghargaan, pertolongan dan itsar. Hendaklah senantiasa hadir di majelis mereka dan tidak absen, kecuali karena udzur darurat, dan pegang teguhlah sikap itsar dalam pergaulanmu dengan mereka.
37. Hendaklah hindari hubungan dengan organisasi atau jamaah apapun sekiranya hubungan itu tidak membawa maslahat bagi fikrahmu, terutama jika diperintahkan untuk itu.
38. Hendaklah menyebarkan dakwahmu di mana pun dan memberi informasi kepada pemimpin tentang segala kondisi yang melingkupimu. Janganlah berbuat sesuatu yang berdampak strategis, kecuali dengan seizinnya. Hendaklah senantiasa menempatkan dirimu sebagai `tentara yang berada di tangsi, yang tengah menanti instruksi komandan.
Prinsip-prinsip ini dalam lima slogan :
Allah ghayatuna (Allah adalah tujuan kami), Ar Rasul qudwatuna (Rasul adalah teladan kami), Al Qur’an syir’atuna (Qur’an adalah undang-undang kami), Al Jihad sabiluna (Jihad adalah jalan kami) dan Syahadah umniyyatuna (Mati syahid adalah cita-cita kami). Terhimpun dalam berbagai kata berikut : kesederhanaan, tilawah, shalat, keprajuritan dan akhlak. QS. Ash Shaff : 10-14.
Al Qur’an surat At Taubah ayat 105
Al Qur’an surat Al An’am ayat 153
Wahai ikhwan dan akhwat yang tulus … !
Rukun bai’at kita ada sepuluh:
1. Fahm ( Pemahaman )
2. Ikhlas
3. Amal ( Aktivitas )
4. Jihad
5. Tadhhiyah ( Pengorbanan )
6. Taat ( Kepatuhan )
7. Tsabat ( Keteguhan )
8. Tajarrud ( Kemurnian )
9. Ukhuwah
10. Tsiqah ( Kepercayaan )
Berikut ini penjelasan dari 10 rukun tersebut:
1. Fahm ( Pemahaman )
Yakin bahwa fikrah kita adalah `fikrah Islamiyah yang bersih`.Hendaknya memahami Islam sebagaimana memahaminya dalam batas-batas ushul al- ’isyrin (dua puluh prinsip) yang sangat ringkas ini :
1. Islam adalah sistem yang menyeluruh, yang menyentuh seluruh segi kehidupan. Ia adalah negara dan tanah air, pemerintah dan umat, akhlak dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu dan peradilan, materi dan kekayaan alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran, sebagaimana juga ia adalah aqidah yang lurus dan ibadah yang benar, tidak kurang dan tidak lebih.
2. Al Qur’an yang mulia dan Sunah Rasul yang suci adalah tempat kembali setiap muslim untuk memahami hukum-hukum Islam. Memahami Al Qur’an sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa arab, tanpa takalluf (memaksakan diri) dan ta’assuf (serampangan). Kemudian memahami sunah yang suci melalui rijalul hadits (perawi hadits) yang terpercaya.
3. Iman yang tulus, ibadah yang benar dan mujahadah (kesungguhan dalam beribadah) adalah cahaya dan kenikmatan yang ditanamkan Allah dihati hamba-Nya yang Dia kehendaki. Sedangkan ilham, lintasan perasaan, ketersingkapan (rahasia alam) dan mimpi, ia bukanlah bagian dari dalil hukum-hukum syariat. Ia bisa juga dianggap dalil dengan syarat tidak bertentangan dengan hukum-hukum agama dan teks-teksnya.
4. Jimat, mantera, guna-guna, ramalan, perdukunan, penyingkapan perkara ghaib, dan semisalnya, adalah kemungkaran yang harus diperangi, kecuali mantera dari ayat Al Qur’an atau ada riwayat dari Rasulullah Saw.
5. Pendapat imam atau wakilnya tentang sesuatu yang tidak ada teks hukumnya, tentang sesuatu yang mengandung ragam interpretasi dan tentang sesuatu yang membawa kemaslahatan umum, bisa diamalkan sepanjang tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah umum syariat. Ia mungkin berubah seiring dengan perubahan situasi, kondisi dan tradisi setempat. Yang prinsip, ibadah itu diamalkan dengan kepasrahan total tanpa mempertimbangkan makna. Sedangkan dalam urusan selain ibadah (adat istiadat), maka harus mempertimbangkan maksud dan tujuannya.
6. Setiap orang boleh diambil atau ditolak kata-katanya kecuali Al Ma’sum (Rasulullah) Saw. Setiap yang datang dari kalangan salaf dan sesuai dengan kitab dan sunah, kita terima. Jika tidak sesuai dengannya, maka Kitabullah dan Sunnah RasulNya lebih utama untuk diikuti. Namun demikian, kita tidak boleh melontarkan kepada orang-orang – oleh sebab sesuatu yang diperselisihkan dengannya – kata-kata caci maki dan celaan. Kita serahkan saja kepada niat mereka, dan mereka telah berlalu dengan amal-amalnya.
7. Setiap muslim yang belum mencapai kemampuan telaah terhadap dalil-dalil hukum furu’ (cabang), hendaklah mengikuti pemimpin agama. Meskipun demikian, alangkah baiknya jika – bersamaan dengan sikap mengikutnya ini – ia berusaha semampu yang ia lakukan untuk mencari dalil-dalilnya. Hendaknya ia menerima setiap masukan yang disertai dengan dalill selama ia percaya dengan kapasitas orang yang memberi masukan itu. Dan hendaklah ia menyempurnakan kekurangannya dalam hal ilmu pengetahuan jika ia termasuk orang pandai, hingga mencapai derajat pentelaah.
8. Khilaf dalam masalah fiqih furu’ (cabang) hendaknya tidak menjadi faktor pemecah belah dalam agama, tidak menyebabkan permusuhan dan tidak juga kebencian. Setiap mujtahid mendapatkan pahalanya. Semetara itu, tidak ada larangan melakukan studi ilmiah yang jujur terhadap persoalan khilafiyah dalam naungan kasih sayang dan saling membantu karena Allah untuk menuju kepada kebenaran. Semua itu tanpa melahirkan sikap egois dan fanatik.
9. Setiap masalah, yang amal tidak dibangun diatasnya, sehingga menimbulkan perbincangan yang tidak perlu adalah kegiatan yang dilarang secara syar’i. Misalnya memperbincangkan berbagai hukum tentang masalah yang tidak benar-benar terjadi, atau memperbincangkan makna ayat-ayat Al Qur’an yang kandungan maknanya tidak dipahami oleh akal pikiran, atau memperbincangkan perihal perbandingan keutamaan dan perselisihan yang terjadi diantara para sahabat (padahal masing-masing dari mereka memiliki keutamaannya sebagai sahabat Nabi dan pahala niatnya). Dengan ta’wil (menafsiri baik perilaku para sahabat) kita terlepas dari persoalan.
10. Ma’rifah kepada Allah dengan sikap tauhid dan penyucian (dzat)Nya adalah setinggi-tinggi tingkatan aqidah Islam. Sedangkan mengenai ayat-ayat sifat dan hadits-hadits shahih tentangnya, serta berbagai keterangan mutasyabihat yang berhubungan dengannya, kita cukup mengimaninya sebagaimana adanya tanpa ta’wil dan ta’thil, serta tidak memperuncing perbedaan yang terjadi diantara para ulama. Kita mencukupkan diri dengan keterangan yang ada, sebagaimana Rasulullah Saw dan para sahabatnya mencukupkan diri dengannya. Al Qur’an surat Ali Imran ayat 7.
11. Setiap bid’ah dalam agama Allah yang tidak ada pijakannya tetapi dianggap baik oleh hawa nafsu manusia, baik berupa penambahan maupun pengurangan, adalah kesesatan yang wajib diperangi dan dihancurkan dengan menggunakan cara yang sebaik-baiknya, yang tidak justru menimbulkan bid’ah lain yang lebih parah.
12. Perbedaan pendapat dalam masalah Bid’ah idhafiyah (bid’h penambahan) misalnya berdzikir dengan suara yang keras. Secara hukum, dzikir itu masyru’(disyariatkan), tetapi mengeraskan suara itu tidak masyru’. Oleh karenanya, ini merupakan amalan yang bid’ah ditinjau dari caranya. Bid’ah tarkiyah (bid’ah penolakan) misalnya praktek sebagian orang tasawwuf yang meninggalkan makanan yang hukumnya halal dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah dan menyiksa diri. Praktek begini termasuk bid’ah, karena mengharamkan sesuatu yang sebenarnya halal. Dan iltizam (membuat peraturan-peraturan bagi ibadah yang bersifat mutlak, misalnya membaca secara rutin adzkar pada setiap malam jum’at dengan bilangan tertentu) terhadap ibadah mutlaqah (yang tidak ditetapkan, baik cara maupun waktunya) adalah perbedaan dalam masalah fiqih. Setiap orang mempunyai pendapat sendiri. Namun tidaklah mengapa jika dilakukan penelitian untuk mendapatkan hakekatnya dengan dalil dan bukti.
13. Cinta kepada orang-orang yang shalih, memberikan penghormatan kepadanya, dan memuji karena perilaku baiknya adalah bagian dari taqarrub kepada Allah Swt. Sedangkan para wali adalah mereka yang disebut dalam firman-Nya, “Yaitu orang-orang yang beriman dan mereka itu bertaqwa”. Karamah pada mereka itu benar terjadi jika memenuhi syarat-syarat syar’inya. Itu semua dengan suatu keyakinan bahwa mereka – Semoga Allah meridhoi mereka – tidak memiliki madharat dan manfaat bagi dirinya, baik ketika masih hidup maupun setelah mati, apalagi bagi orang lain.
14. Ziarah kubur – kubur siapa pun – adalah sunah yang disyariatkan dengan cara-cara yang diajarkan Rasulullah Saw. Akan tetapi, meminta pertolongan kepada penghuni kubur siapapun mereka, berdoa kepadanya, memohon pemenuhan hajat (baik dari jarak dekat maupun dari kejauhan), bernadzar untuknya, membangun kuburnya, menutupinya dengan satir, memberikan penerangan, mengusapnya (untuk mendapatkan barakah), bersumpah dengan selain Allah dan segala sesuatu yang serupa dengannya adalah bid’ah besar yang wajib diperangi. Juga janganlah mencari ta’wil (pembenaran) terhadap berbagai perilaku itu, demi menutup pintu fitnah yang lebih parah lagi.
15. Do’a apabila diiringi tawasul kepada Allah dengan salah satu makhluk-Nya adalah perselisihan furu’ menyangkut tata cara berdo’a, bukan termasuk masalah aqidah.
16. Istilah (keliru) yang sudah mentradisi (misalnya praktek ribawi dalam kehidupan ekonomi yang sudah dikemas dengan berbagai istilah, sehingga mengesankan hokum boleh dan wajar) tidak mengubah hakekat hukum syar’inya. Akan tetapi, ia harus disesuaikan dengan maksud dan tujuan syariat itu, dan kita berpedoman dengannya. Disamping itu, kita harus berhati-hati terhadap istilah yang menipu (misalnya prinsip bahwa Islam sangat peduli dengan kaum dhu’afa, sering dijadikan hujjah bagi orang yang ingin mengatakan bahwa sosialisme itu juga Islami), yang sering digunakan dalam pembahasan masalah dunia dan agama. Ibrah itu ada pada esensi dibalik suatu nama, bukan pada nama itu sendiri.
17. Aqidah adalah pondasi aktivitas; aktivitas hati lebih penting daripada aktivitas fisik. Namun, usaha untuk menyempurnakan keduanya merupakan tuntutan syariat, meskipun kadar tuntutan masing-masing berbeda.
18. Islam itu membebaskan akal pikiran, menghimbaunya untuk melakukan telaah terhadap alam, mengangkat derajat ilmu dan ulamanya sekaligus dan menyambut hadirnya segala sesuatu yang melahirkan maslahat dan manfaat. “Hikmah adalah barang yang hilang milik orang yang beriman (mukmin). Barangsiapa mendapatkannya, ia adalah orang yang paling berhak atasnya“.
19. Pandangan syar’i dan pandangan logika memiliki wilayahnya masing-masing yang tidak dapat saling memasuki secara sempurna. Namun demikian, keduanya tidak pernah berbeda (selalu beririsan) dalam masalah qath’i (absolut). Hakikat ilmiah yang benar tidak mungkin bertentangan dengan kaidah-kaidah syariat yang tsabitah (jelas). Sesuatu yang zhanni (interpretable) harus ditafsirkan agar sesuai dengan yang qath’i. Jika yang berhadapan adalah dua hal yang sama-sama zhanni, maka pandangan yang syar’i lebih utama untuk diikuti sampai logika mendapatkan legalitas kebenarannya, atau gugur sama sekali.
20. Kita tidak mengkafirkan seorang muslim yang telah mengikrarkan dua kalimat syahadat, mengamalkan kandungannya dan menunaikan kewajiban-kewajibannya, baik karena lontaran pendapat maupun karena kemaksiatannya, kecuali jika ia mengatakan kata-kata kufur, mengingkari sesuatu yang telah diakui sebagai bagian penting dari agama, mendustakan secara terang-terangan Al Qur’an, menafsirkannya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa Arab, atau berbuat sesuatu yang tidak mungkin diinterpretasikan kecuali dengan tindakan kufur.
“Al Qur’an adalah dustur kami dan Rasul adalah Qudwah kami“.
2. Ikhlas
Ikhlas adalah Seorang muslim dalam setiap kata-kata, aktivitas dan jihadnya semua harus dimaksudkan semata-mata untuk mencari ridho Allah dan pahala-Nya, tanpa mempertimbangkan aspek kekayaan, penampilan, pangkat, gelar, kemajuan atau keterbelakangan. Dengan itulah ia menjadi tentara fikrah dan aqidah, bukan tentara kepentingan dan ambisi pribadi.
Al Qur’an surat Al An’am ayat 162-163
Slogan abadinya adalah Allah tujuan kami, Allah maha besar segala puji bagi-Nya.
3. Amal ( Aktivitas )
Amal (Aktivitas) adalah merupakan buah dari ilmu dan keikhlasan.
Al Qur’an surat At Taubah ayat 105
Tingkatan amal yang dituntut dari seorang akh yang tulus adalah :
a. Perbaikan diri sendiri, sehingga menjadi orang yang kuat fisiknya, kokoh akhlaknya, luas wawasannya, mampu mencari penghidupan, selamat aqidahnya, benar ibadahnya, pejuang bagi dirinya sendiri, penuh perhatian akan waktunya, rapi urusannya dan bermanfaat bagi orang lain.
b. Pembentukan keluarga muslim, dengan mengkondisikan keluarga agar menghargai fikrahnya, menjaga etika Islam dalam setiap aktivitas kehidupan rumah tangganya, memilih istri yang baik dan menjelaskan padanya hak dan kewajibannya, mendidik anak dan pembantunya dengan didikan yang baik serta membimbing mereka dengan prinsip-prinsip Islam.
c. Bimbingan masyarakat, dengan menyebarkan dakwah, memerangi prilaku yang kotor dan munkar, mendukung prilaku utama, amar ma’ruf, bersegera mengerjakan kebaikan, menggiring opini umum untuk memahami fikrah islamiyah dan mencelup praktek kehidupan dengannya terus-menerus.
d. Pembebasan tanah air dari setiap penguasa asing (non Islam) baik secara politik, ekonomi maupun moral.
e. Memperbaiki keadaan pemerintah, sehingga menjadi pemerintah Islam yang baik sehingga dapat memainkan perannya sebagai pelayan umat dan bekerja demi kemaslahatan mereka. Pemerintah Islam yaitu anggotanya terdiri dari kaum muslimin yang menunaikan kewajiban Islam, tidak terang-terangan dengan kemaksiatan dan konsisten menerapkan hukum serta ajaran Islam. Sifat yang dibutuhkan yaitu rasa tanggung jawab, kasih sayang kepada rakyat, adil terhadap semua orang, tidak tamak terhadap kekayaan Negara dan ekonomis dalam penggunaannya. Kewajiban yang harus ditunaikan yaitu menjaga keamanan, menerapkan undang-undang, menyebarkan nilai-nilai ajaran, mempersiapkan kekuatan, menjaga kesehatan, melindungi keamanan umum, mengembangkan investasi dan menjaga kekayaan, mengokohkan mentalitas serta menyebarkan dakwah. Haknya jika kewajiban telah ditunaikan yaitu loyalitas dan ketaatan serta pertolongan terhadap jiwa dan hartanya. Tidak ada ketaatan kepada mahluk dalam bermaksiat kepada Khaliq.
f. Mempersiapkan seluruh asset negeri di dunia untuk kemaslahatan umat Islam dengan membebaskan seluruh negeri, membangun kejayaannya, mendekatkan peradabannya dan menyatukan kata-katanya sehingga dapat mengembalikan tegaknya kekuasaan khilafah yang telah hilang dan terwujudnya persatuan yang diimpi-impikan bersama.
g. Penegakkan kepemimpinan dunia dengan penyebaran dakwah Islam di seantero negeri. QS. Al Baqoroh : 193, At Taubah : 32, Yusuf : 21.
4. Jihad
Jihad adalah sebuah kewajiban yang tetap hukumnya hingga hari kiamat. “Barangsiapa mati, sementara ia belum pernah berperang atau berniat untuk berperang, ia mati dalam keadaan jahiliyah. Peringkat pertama jihad adalah pengingkaran dengan hati dan peringkat terakhirnya adalah perang di jalan Allah sedang diantara keduanya terdapat jihad dengan lisan, pena, tangan dan kata-kata yang benar di hadapan penguasa yang zalim. QS. Al Hajj : 78. Jihad adalah jalan kami.
5. Tadhhiyah ( Pengorbanan )
Tadhhiyah / Pengorbanan adalah pengorbanan jiwa, harta, waktu, kehidupan dan segala sesuatu yang dipunyai seseorang untuk meraih tujuan. QS. At Taubah : 111, At Taubah : 24. “Jika engkau semua taat, niscaya Allah memberimu balasan yang baik”. Gugur di jalan Allah adalah setinggi-tinggi cita-cita kami.
6. Taat ( Kepatuhan )
Taat / Kepatuhan adalah menjalankan perintah dan merealisasikannya dengan serta merta, baik dalam keadaan sulit maupun mudah, saat bersemangat maupun malas. Karena tahapan dakwah ada tiga yaitu :
a. Ta’rif yaitu penyebaran fikrah Islam di tengah masyarakat dengan sistem kelembagaan. Urgensinya adalah kerja social bagi kepentingan umum, medianya adalah nasehat dan bimbingan sekali waktu dan membangun berbagai tempat yang berguna di waktu yang lain juga berbagai media aktivitas lainnya.
b. Takwin yaitu melakukan seleksi terhadap anasir positif untuk memikul beban jihad dan untuk menghimpun berbagai bagian yang ada. Sistem dakwah pada tahapan ini tasawwuf murni dalam tataran ruhani dan bersifat militer dalam tataran operasional. Slogannya : Perintah dan taat, tanpa ragu dan bimbang. Tahapan dakwah ini bersifat khusus tidak dapat dikerjakan oleh seseorang kecuali yang memiliki kesiapan secara benar untuk memikul beban jihad yang panjang masanya dan berat tantangannya. Slogannya totalitas ketaatan.
c. Tanfidz yaitu jihad tanpa kenal sikap plin-plan, kerja terus menerus untuk menggapai tujuan akhir serta kesiapan menanggung cobaan dan ujian yang tidak mungkin bersabar atasnya kecuali orang-orang yang tulus.
7. Tsabat ( Keteguhan )
Tsabat / Keteguhan adalah senantiasa bekerja sebagai mujahid di jalan yang mengantarkan pada tujuan, betapa pun jauh jangkauannya dan lama waktunya, sehingga bertemu dengan Allah dalam keadaan meraih kemenangan atau syahid di jalan-Nya. QS. Al Ahzab : 23. Waktu bagi kita adalah bagian dari solusi. Setiap sarana dakwah kita membutuhkan kesiapan yang baik, penetapan waktu yang tepat dan pelaksanaan yang cermat semua itu dipengaruhi oleh waktu. QS. Al Isra’ : 51.
8. Tajarrud ( Kemurnian )
Tajarrud / Kemurnian adalah membersihkan pola pikir dari berbagai prinsip nilai lain dan pengaruh individu, karena ia adalah setinggi-tinggi dan selengkap-lengkap fikrah. QS. Al Baqarah : 138, Mumtahanah : 4. Manusia dalam pandangan akh yang tulus adalah salah satu dari enam golongan yaitu muslim yang pejuang, muslim yang duduk-duduk, muslim pendosa, dzimmi atau mu’ahid (orang kafir yang terikat oleh perjanjian damai), muhayid (orang kafir yang di lindungi) atau muharib (orang kafir yang memerangi).
9. Ukhuwah
Ukhuwah adalah terikatnya hati dan ruhani dengan ikatan aqidah. Aqidah adalah sekokoh-kokohnya ikatan dan semulia-mulianya. Ukhuwah adalah saudaranya keimanan, perpecahan adalah saudara kembarnya kekufuran. Tidak ada persatuan tanpa cinta kasih. Minimal cinta kasih adalah kelapangan dada dan maksimal adalah itsar (mementingkan orang lain dari diri sendiri). QS. Al Hasyr : 9. Ibarat sebuah bangunan yang satu mengokohkan yang lain. “orang-orang mukmin laki-laki dan orang-orang mukmin perempuan, sebagian mereka menjadi pelindung bagi lainnya.
10. Tsiqah ( Kepercayaan )
Tsiqah / Kepercayaan adalah rasa puasnya seorang tentara atas komandannya, dalam hal kapasitas kepemimpinan maupun keikhlasannya, dengan kepuasan mendalam yang menghasilkan perasaan cinta, penghargaan, penghormatan dan ketaatan. QS. An Nisa : 65. Pemimpin adalah unsur penting dakwah, tidak ada dakwah tanpa kepemimpinan. Kadar kepercayaan antara pemimpin dan pasukan menjadi neraca yang menentukan sejauhmana kekuatan system jamaah, ketahanan khithahnya, keberhasilannya mewujudkan tujuan dan ketegarannya menghadapi berbagai tantangan. “Maka lebih utama bagi mereka, ketaatan dan perkataan yang baik”. Kepemimpinan dalam dakwah menduduki posisi orang tua dalam hal ikatan hati, posisi guru dalam hal fungsi pengajaran, posisi syekh dalam aspek pendidikan ruhani dan posisi pemimpin dalam aspek penentuan kebijakan politik secara umum bagi dakwah.
Berikut adalah untuk mengetahui sejauhmana kepercayaan dirinya terhadap kepemimpinan yang ada :
a. Apakah sejak dahulu ia mengenal pemimpinnya, apakah pernah mempelajari riwayat hidupnya?
b. Apakah ia percaya kepada kapasitas dan keikhlasannya?
c. Apakah ia siap menganggap semua instruksi, yang diputuskan oleh pemimpin untuknya, tanpa maksiat tentu sebagai instruksi yang harus dilaksanakan tanpa reserve, tanpa ragu, tanpa ditambah dan tanpa dikurangi, dengan keberanian memberi nasehat dan peringatan untuk tujuan yang benar?
d. Apakah ia siap untuk menganggap dirinya salah dan pemimpinnya benar, jika terjadi pertentangan antara apa yang diperintahkan pemimpin dan apa yang ia ketahui dalam masalah-masalah ijtihadiyah yang tidak ada teks tegasnya dalam syariat?
e. Apakah ia siap untuk meletakkan seluruh aktivitas kehidupannya dalam kendali dakwah? Apakah dalam pandangannya pemimpin memiliki hak untuk mentarjih (menimbang dan memutuskan) antara kemaslahatan dirinya dan kemaslahatan secara umum?
QS. Al Anfal : 63
Iman kepada bai’at ini mengharuskan kita untuk menunaikan kewajiban-kewajiban berikut sehingga menjadi batu-bata yang kuat bagi bangunan :
1. Hendaklah memiliki wirid harian dari kitabullah tidak kurang dari satu juz. Usahakan untuk menghatamkan Al Qur’an dalam waktu tidak lebih dari sebulan dan tidak kurang dari tiga hari.
2. Hendaklah membaca Al Qur’an dengan baik, memperhatikannya dengan seksama dan merenungkan artinya. Hendaknya juga mengkaji sirah Nabi dan sejarah para salaf sesuai dengan waktu yang tersedia.Hendaknya juga membaca hadits Rasul Allah saw., minimal hafal 40 hadits, ditekankan pada Al Arba’in An Nawawiyah. Dan hendaknya juga mengkaji risalah tentang pokok-pokok aqidah dan cabang-cabang fiqih.
3. Hendaklah bersegera melakukan general check up secara berkala atau berobat, begitu penyakit terasa. Perhatikanlah faktor-faktor penyebab kekuatan dan perlindungan tubuh dan hindarilah factor-faktor penyebab lemahnya kesehatan.
4. Hendaklah menjauhi berlebihan dalam mengkonsumsi kopi, teh dan minuman perangsang semisalnya. Jangan meminum kecuali dalam keadaan darurat dan hindari rokok.
5. Hendaklah memperhatikan urusan kebersihan dalam segala hal, menyangkut : tempat tinggal, pakaian, makanan, badan dan tempat kerja karena agama ini dibangun di atas dasar kebersihan.
6. Hendaklah jujur dalam berkata dan jangan sekali-kali berdusta.
7. Hendaklah menepati janji, jangan mengingkarinya, betapa pun kondisi yang dihadapi.
8. Hendaklah berani dan tahan uji. Keberanian yang paling utama adalah terus-menerus dalam mengatakan kebenaran, ketahanan menyimpan rahasia, berani mengakui kesalahan, adil terhadap diri sendiri dan dapat menguasainya dalam keadaan marah sekalipun.
9. Hendaklah senantiasa bersikap tenang dan berkesan serius. Namun jangan keseriusan itu menghalangimu dari canda yang benar, senyum dan tawa.
10. Hendaklah memiliki rasa malu yang kuat, berperasaan sensitif, peka terhadap kebaikan dan keburukan yakni munculnya rasa bahagia untuk yang pertama dan rasa tersiksa untuk yang kedua. Hendaklah rendah hati tanpa menghina diri, bersikap taklid dan terlalu berlunak hati. Hendaklah engkau menuntut dari orang lain lebih rendah dari martabatmu untuk mendapatkan martabatmu yang sesungguhnya.
11. Hendaklah bersikap adil dan benar dalam memutuskan suatu perkara, pada setiap situasi. Janganlah kemarahan melalaikanmu untuk berbuat kebaikan, janganlah mata keridhoan engkau pejamkan dari perilaku yang buruk, janganlah permusuhan membuatmu lupa dari pengakuan jasa baik dan hendaklah engkau berkata benar meskipun itu merugikanmu atau merugikan orang yang paling dekat denganmu.
12. Hendaklah menjadi pekerja keras dan terlatih dalam menangani aktivitas sosial. Hendaklah merasa bahagia jika dapat mempersembahkan bakti untuk orang lain, gemar membesuk orang sakit, membantu orang yang membutuhkan, menanggung orang yang lemah, meringankan beban orang yang terkena musibah meskipun hanya dengan kata-kata yang baik dan senantiasa bersegera berbuat kebaikan.
13. Hendaklah berhati kasih, dermawan, toleran, pemaaf, lemah lembut baik kepada manusia maupun binatang, berperilaku baik dalam berhubungan dengan semua orang, menjaga etika-etika sosial Islam, menyayangi yang kecil dan menghormati yang besar, memberi tempat kepada orang lain dalam majelis, tidak memata-matai, tidak menggunjing, tidak mengumpat, meminta izin jika masuk maupun keluar rumah, dan lain-lain.
14. Hendaklah pandai membaca dan menulis, memperbanyak menelaah terhadap risalah Ikhwan, koran, majalah dan tulisan lainnya. Hendaklah membangun perpustakaan khusus, seberapa pun ukurannya, konsentrasi terhadap spesifikasi keilmuan dan keahlianmu jika engkau seorang spesialis, menguasai persoalan Islam secara umum, penguasaan yang membuatnya dapat membangun persepsi yang baik untuk menjadi referensi bagi pemahaman terhadap tuntutan fikrah.
15. Hendaklah memiliki proyek usaha ekonomi betapapun kayanya engkau, utamakan proyek mandiri betapapun kecilnya dan cukupkanlah apa yang ada pada dirimu betapa pun tingginya kapasitas keilmuanmu.
16. Janganlah terlalu berharap untuk menjadi pegawai negeri, jadikanlah ia sesempit-sempit pintu rezeki. Namun jangan ditolak jika diberi peluang untuk itu. Janganlah melepaskannya, kecuali jika ia benar-benar bertentangan dengan tugas-tugas dakwahmu.
17. Hendaklah memperhatikan penunaian tugas-tugasmu, bagaimana kualitasnya dan kecermatannya, jangan menipu dan hendaklah menepati kesepakatan.
18. Hendaklah memenuhi hakmu dengan baik dan memenuhi hak-hak orang lain dengan sempurna, tanpa dikurangi dan berlebihan, janganlah pula menunda-nunda pekerjaan.
19. Hendaklah menjauhkan judi dengan segala macamnya, betapapun maksud di baliknya.Hendaklah menjauhi mata pencaharian yang haram, betapapun keuntungan besar yang ada di baliknya.
20. Hendaklah menjauh dari riba dalam setiap aktivitasmu, dan sucikan ia dari riba sama sekali.
21. Hendaklah memelihara kekayaan umat Islam secara umum dengan mendorong berkembangnya pabrik-pabrik dan proyek-proyek ekonomi Islam. Hendaknya juga menjaga setiap keping mata uang agar tidak jatuh ke tangan orang non Islam dalam keadaan bagaimanapun. Jangan berpakaian dan jangan makan kecuali dari produk negerimu yang Islam.
22. Hendaklah memiliki kontribusi finansial dalam dakwah, tunaikan kewajiban zakatmu dan jadikan sebagian dari hartamu itu untuk orang yang meminta dan orang yang kekurangan, betapapun kecil penghasilanmu.
23. Hendaklah menyimpan sebagian dari penghasilanmu untuk persediaan masa-masa sulit, betapa pun sedikit dan jangan sekali-sekali menyusahkan dirimu untuk mengejar kesempurnaan.
24. Hendaklah bekerja semampu yang bisa dilakukan untuk menghidupkan tradisi Islam dan mematikan tradisi asing dalam setiap aspek kehidupanmu. Misalnya ucapan salam, bahasa, sejarah, pakaian, perabot rumah tangga, cara kerja dan istirahat, cara makan dan minum, cara datang dan pergi, serta gaya melampiaskan rasa suka dan duka. Hendaknya menjaga sunah dalam setiap aktivitas tersebut.
25. Hendaklah memboikot peradilan-peradilan setempat atau seluruh peradilan yang tidak Islami. Demikian juga gelanggang-gelanggang, penerbitan-penerbitan, organisasi-organisasi, sekolah-sekolah dan segenap institusi yang tidak mendukung fikrahmu secara total.
26. Hendaklah senantiasa merasa diawasi oleh Allah, mengingat akhirat dan bersiap-siap untuk menjemputnya, mengambil jalan pintas untuk menuju ridha Allah dengan tekad yang kuat, mendekatkan diri kepadanya dengan ibadah sunah seperti shalat malam, puasa tiga hari minimal setiap bulan, memperbanyak dzikir (hati dan lisan) dan berusaha mengamalkan doa yang diajarkan pada setiap kesempatan.
27. Hendaklah bersuci dengan baik dan usahakan untuk senantiasa dalam keadaan berwudhu di sebagian besar waktumu.
28. Hendaklah shalat dengan baik dan senantiasa tepat waktu dalam menunaikannya. Usahakan untuk senantiasa berjamaah di masjid jika itu mungkin dilakukan.
29. Hendaklah berpuasa Ramadhan dan berhaji dengan baik, jika engkau mampu melakukannya. Kerjakan sekarang juga jika engkau telah mampu.
30. Hendaklah senantiasa menyertai dirimu dengan niat jihad dan cinta mati syahid. Bersiaplah untuk itu kapan saja kesempatannya tiba.
31. Hendaklah senantiasa memperbaharui taubat dan istighfarmu, berhati-hatilah terhadap dosa yang kecil, apalagi dosa yang besar. Sediakan untuk dirimu beberapa saat sebelum tidur untuk introspeksi diri terhadap apa-apa yang telah engkau lakukan, yang baik maupun yang buruk. Perhatikan waktumu, karena waktu adalah kehidupan itu sendiri. Jangan pergunakan ia sedikit pun tanpa guna dan janganlah ceroboh terhadap hal-hal yang syubhat agar tidak jatuh ke dalam kubangan yang haram.
32. Hendaklah berjuang meningkatkan kapasitasmu dengan sungguh-sungguh agar engkau dapat menerima tongkat kepemimpinan. Hendaklah menundukkan pandanganmu, menekan emosimu dan memotong habis selera-selera rendah dari jiwamu, bawalah ia hanya untuk menggapai yang halal dan baik, dan hijabilah ia dari yang haram dalam keadaan bagaimanapun.
33. Hendaklah jauhi khamer dan seluruh makanan atau minuman yang memabukkan sejauh-jauhnya.
34. Hendaklah menjauhkan diri dari pergaulan dengan orang jahat dan persahabatan dengan orang yang rusak, serta jauhilah tempat-tempat maksiat.
35. Hendaklah perangi tempat-tempat iseng, jangan sekali-kali mendekatinya dan hendaklah jauhi gaya hidup mewah dan bersantai-santai.
36. Hendaklah mengetahui anggota katibahmu satu persatu dengan pengetahuan yang lengkap, juga kenalkan dirimu kepada mereka dengan selengkapnya. Tunaikan hak-hak ukhuwah mereka dengan seutuhnya. Hak kasih sayang, penghargaan, pertolongan dan itsar. Hendaklah senantiasa hadir di majelis mereka dan tidak absen, kecuali karena udzur darurat, dan pegang teguhlah sikap itsar dalam pergaulanmu dengan mereka.
37. Hendaklah hindari hubungan dengan organisasi atau jamaah apapun sekiranya hubungan itu tidak membawa maslahat bagi fikrahmu, terutama jika diperintahkan untuk itu.
38. Hendaklah menyebarkan dakwahmu di mana pun dan memberi informasi kepada pemimpin tentang segala kondisi yang melingkupimu. Janganlah berbuat sesuatu yang berdampak strategis, kecuali dengan seizinnya. Hendaklah senantiasa menempatkan dirimu sebagai `tentara yang berada di tangsi, yang tengah menanti instruksi komandan.
Prinsip-prinsip ini dalam lima slogan :
Allah ghayatuna (Allah adalah tujuan kami), Ar Rasul qudwatuna (Rasul adalah teladan kami), Al Qur’an syir’atuna (Qur’an adalah undang-undang kami), Al Jihad sabiluna (Jihad adalah jalan kami) dan Syahadah umniyyatuna (Mati syahid adalah cita-cita kami). Terhimpun dalam berbagai kata berikut : kesederhanaan, tilawah, shalat, keprajuritan dan akhlak. QS. Ash Shaff : 10-14.
0 comments:
Post a Comment
Anda Luar Biasa