Thursday, January 15, 2015

RUHUL ISTIJABAH

Bersemangat dalam menyambut panggilan da’wah menunjukkan adanya sebuah keseriusan (jiddiyah ), dan jiddiyah adalah sebuah karakter dari seorang kader militan. Keimanan seseorang belumlah sempurna kecuali ketika ada sebuah panggilan dari Allah dan rasulNya, segera menyambut panggilan tersebut dengan penuh semangat. Allah mengingatkan dalam Alqurannya :
”Hai orang – orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan rasul apabila rasul menyeru kamu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya, dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan” ( QS Al Anfaal(9) : 24 )
Dalam hadits juga pernah dikatakan Rasulullah SAW:
Dari Abu Hurairah RA bahwa nabi bersabda “Bersegeralah kalian melakukan amal shalih karena adanya fitnah sebagaimana malam yang gelap. Seseorang menjadi mukmin di pagi hari dan sore hari menjadi kafir. Di sore hari mukmin lalu pagi hari menjadi kafir. Dia menjual agamanya dengan kesenangan dunia.” (HR. Muslim)
“Segeralah kalian melakukan amal shalih karena tujuh hal. Apakah kalian menunggu hingga mengalami kefakiran yang dilupakan, kekayaan yang melampaui batas, penyakit yang membinasakan atau masa tua yang membuatnya menyeracah, atau kematian yang mengagetkan, atau (kemunculan) dajjal, seburuk buruk yang tidak hadir yang ditunggu, atau hari kiamat, sebab hari kiamat itu menyulitkan dan sangat pahit” (HT. Tirmidzi)

Seorang kader da’wah ketika ada sebuah panggilan dari seorang qiyadahnya (pemimpinya ), maka akan dia sambut dengan kata – kata “sam’an wa tha’atan”(kami dengar dan kami taat )” labaik wa sa’daik ( kami siap melaksanakan perintah dengan senang hati ). Sebuah kisah menjelang perang badar merupakan mutiara hikmah yang indah untuk kita resapi dalam ruhul istijabah ini. Ketika rasul dan para sahabatnya telah keluar dari madinah kemudian rasul ingin mengetahui kesiapan para sahabatnya untuk berperang, mengingat keluarnya para sahabat awalnya hanya untuk menghadang kafilah dagang. Rasul bermusyawarah tentang apa yang sebaiknya dilakukan. Dari kalangan Muhajirin Abu Bakar dan Umar bin Khattab menyambut baik untuk terus maju ke medan pertempuran, sedangkan Miqdad bin ‘Amru mengatakan: “ Wahai Rasulullah, laksanakanlah apa yang telah diberitahukan Allah kepadamu, kami tetap bersamamu. Demi Allah, kami tidak akan mengatakan kepadamu seperti apa yang dikatakan bani israil kepada Musa yaitu “ pergilah kamu bersama Rabbmu, kami tetap duduk disini.” Tetapi yang kami katakan disini adalah “ Pergilah kamu bersama Rabmu dan berperanglah, kami ikut bersamamu” Demi Allah yang mengutusmu dengan kebenaran, seandainya kamu mengajak kami ke Barkul Ghimad ( Yaman ) pasti kami tetap mengikutimu sampai kesana.

Setelah sahabat Muhajirin, sahabat Anshar yang diwakili Sa’ad Bin Muadz menyampaikan sikapnya:”kami telah beriman kepadamu dan kami bersaksi bahwa apa yang kamu bawa adalah benar, atas dasar itu, kami telah menyatakan janji untuk senantiasa ta’at dan setia kepadmu. Wahai rasulullah, lakukanlah apa yang kau kehendaki, kami tetap bersamamu. Tidak ada seorangpun dari kami yang mundur dan kami tidak akan bersedih jika kamu menghadapkan kami dengan musuh besok pagi. Kami akan tabah menghadapi peperangan dan kami tidak akan lari. Marilah kita berangkat ilaihi. Dalam riwayat lain dikatakan bahwa Sa’ad berkata,” barangkali kamu khawatir bahwa kaum Anshar memandang bahwa mereka wajib menolong kamu hanya di negeri mereka. Saya sebagai wakil kaum anshar menyatakan, jalankanlah apa yang kau kehendaki dan putuskanlah tali persaudaraan dengan siapa saja yang kau kehendaki. Ambillah harta benda kami sebanyak yang kamu perlukan dan tinggalkanlah untuk kami seberapa saja yang kamu sukai, apa saya yang anda ambil itu lebih kami sukai daripada yang Anda tinggalkan. Demi Allah jika kamu berangkat sampai ke Barkul Ghimad, kami akan berangkat bersamamu, demi Allah seandainya kamu menghadapkan kami pada lautan kemudian kamu terjun kedalamnya maka kami akan terjun kedalamnya bersamamu ( Rakhikul Makhtum 285 – 286 ). Hasan Al Banna berkata,” da’wah pada tahap pembinaan ( takwin ) shufi di sisi ruhiyah dan askari ( kedisiplinan ) dari sisi amaliyah ( operasional ), sloganya adalah amrun wa thaatun ( perintah dan laksanakan ) tanpa ada rasa bimbang, ragu, komentar, dan rasa berat. ( risalah pergerakan 2 ).
Itulah prinsip ruhul istijabah, ketika ada sebuah seruan da’wah, panggilan dari seorang qa’id, sikap seorang kader adalah sigap menerima panggilan itu, tanpa banyak komentar, tanpa banyak bertanya, dan tanpa bermalas – malasan dan bersantai – santai.


Empat Aspek Ruhul Istijabah

1. Istijabah Fikriyah ( menyambut dengan pikiran/dengan sadar )

Kader da’wah ketika mendapat tugas dari murobbiy, pembina maupun qiyadah harus sadar bahwa apa yang dikerjakanya tersebut adalah dalam rangka ketatannya kepada Allah dan meraih ridhonya, bila dikerjakan mendapat pahala dan bila tidak dilakukan akan berdosa. Demi terlaksananya tugas secara maksimal, seorang kader selalu memikirkan bagaimana cara melaksanakan tugas itu dengan baik, memperhatikan waktu, cara, dan sarana yang tepat sehingga tugas itu dapat terlaksana sesuai yang telah ditetapkan.Bahkan seorang kader dapat menyampaikan saran – saran sebagaimana dilakukan oleh para sahabat kepada Rasulullah. Usulan Salman Al Farisi dalam perang khandaq, usulan Habab bin Al-Mundzir dalam perang badar dan lainya. Dalam perang Qadisiyah, dikisahkan bahwa pasukan kuda kaum muslimin berhadapan dengan tentara gajah pasukan persia. Kuda – kuda kaum muslimin selalu ketakutan karena belum pernah berhadapan dengan gajah. Akhirnya sahabat Qoqo’ bin Amir mempunyai ide membuat patung – patung gajah dan dihadapkan pada kuda – kuda muslimin. Setelah kuda – kuda tersebut terbiasa dengan patung gajah, maka ketika berhadapan dengan gajah – gajah persia, kuda tersebut tidak takut lagi dan akhirnya kaum muslimin meraih kemenangan. Dalam surat Ar Ra’ad ayat 19 Allah mengingatkan keistimewaan orang – orang yang mengoptimalkan akalnya, “ apakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu itu benar, sama dengan orang yang buta ( tidak menggunakan akalnya ). Hanya orang – orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajar.”

2. Istijabah Nafsiyah ( menyambut dengan perasaan )

Para aktivis dan kader da’wah apabila mendapat tugas dan perintah, baik tarbawi, da’awi, maupun tandzimi harus menyambutnya dengan perasaan senang, gembira, bahagia dan bersemangat untuk melaksanakan. Janganlah perintah itu disambut dan dilaksanakan dengan rasa malas, berat, enggan, dan tidak bergairah. Dalam kondisi apapun kita, seruan itu harus kita penuhi dengan semangat. “ berangkatlah kamu baik dalam keadaan ringan atau berat ......( QS At Taubah : 41 )
Para kader yang dibina oleh rasulullah ketika mendapat panggilan jihad dari rasul, mereka berlomba – lomba melaksanakanya. Kelemahan fisik tidak menjadi alasan untuk tidak berangkat, bahkan mereka menangis ketika mereka tidak dapat pergi berperang karena uzur dengan kemiskinannya tidak memiliki kendaraan ( QS At Taubah : 92 ).

Itulah sosok aktivis, perintah, panggilan, seruan dari murobbiy, qiyadah, pemimpin disambut dan dilaksanakan dengan penuh suka cita, riang gembira dan bahagia dan ketika ada uzur, mereka bersedih hati.

3. Istijabah Maaliyah ( menyambut dengan harta )

Da’wah untuk menegakkan dinul islam ini adalah sebuah kerja besar, oleh karena itu juga diperlukan dana yang tidak sedikit. Para aktivis da’wah selayaknya tidak pelit dalam hartanya. Kepentingan da’wah ini adalah kepentingan yang sangat mulia.
Hikmah yang sangat fenomenal adalah kisah perang tabuk. Kaum muslimin berlomba – lomba menginfakkan hartanya dan bershodaqoh. Usman bin Affan sebelumnya telah menyiapkan kafilah dagang yang akan berangkat ke Syam berupa dua ratus ekor onta lengkap dengan pelana serta barang – barang yang berada diatasnya, beserta dua ratus uqiyyah. Setelah mendengar pengumuman Rasul, Usman datang dan menshadaqohkan semua itu. Kemudian usman menambah lagi seratus ekor onta dengan pelana dan perlengkapanya. Kemudian datang lagi membawa seribu dinar dan diletakkan di pangkuan Rasul. Usman terus menambah shodaqohnya hingga mencapai sembilan ratus ekor onta dan seratus ekor kuda, belum termasuk uang. Kemudian datang Abdurrahman bin Auf dengan dua ratus uqiyyah perak. Abu Bakar datang dengan seluruh hartanya mencapai empat ribu dirham. Sahabat – sahabat lainya juga datang, Umar, Thalhah, Sa’ad bin Ubadah, Muhammad bin Maslamah. Sampai – sampai ada yang bersedekah dengan segenggam atau dua genggam kurma. Tidak ada yang kikir kecuali orang – orang munafik :” orang – orang munafik yang mencela orang mu’min yang memberi shodaqoh dengan sukarela, dan mereka pun menghina orang – orang yang tidak memperolah apa yang disedekahkan selain kadar kesanggupanya” ( QS At Taubah : 79 )


4. Istijabah Harakiyah ( Menyambut dengan aktivitas )

Aktivis da’wah adalah orang yang aktif dalam kegiatan da’wah, selalu hadir dalam setiap aksi – aksi da’wah, bahkan berusaha untuk menjadi garda terdepan dalam mempertahankan dan membela islam. Tugas – tugas kita adalh sangat banyak, pertama adalah tugas tarbiyah, untuk peningkatan kualitas dan mutu kader, kemudian tugas da’wah, untuk penyebaran fikrah kita, dan ketiga adalh tugas tandzimiyah, untuk amal jama’i semakin kokoh.
Para sahabat rasul tidak pernah berhenti berjihad di jalan Allah. Sebagian ahli sejarah mencatat ada seratus kali berperang dalam sepuluh tahun, baik itu dipimpin rasul maupun dipimpin sahabat. Sehingga jika dirata – rata, perang terjadi sebulan sekali.
Dengan aktivitas da’wah saat ini yang saat tinggi, menuntut kesungguhan dan keseriusan serta mobilitas da’wah dan jihad yang tinggi. Jika tidak maka kekuatan batil yang akan berkuasa di bumi ini.

Balasan Seruan
Dalam kaidah usul bahwa perintah adalah sesuatu hal yang menuntut kita untuk dikerjakan kecuali jika ada dalil yang membolehkan penundaan atau penolakan. Karana hakikatnya sebaik baik ibadah adalah manakala dilakukan di awal waktunya.
Ketika dengan ikhlas kita melakukan seruannya maka yakinlah kita mendapatkan balasan yang lebih baik dari pekerjaan atau seruan tersebut “Barang siapa beramal shalih baik laki-laki maupun perempuan sedangkan ia beriman maka Kami pasti akan beri kehidupan yang baik dan Kami balas dengan balasan yang lebih baik dari apa yang ia kerjakan.” (Al-An’am: 97) “Sedangkan yang mati hatinya akan dibangkitkan Allah, kemudian kepada-Nya mereka dikembalikan”. (QS. Al-An’am: 36)

Ketika seruan yang ditujukan kepada kita adalah seruan dakwah entah itu dakwah secara eksplisit (menyeru langsung) ataupun implisit (daurah atau pelatihan tentang dakwah) maka seruan ini bukan lagi seruannya murabbi kita, atau seruan ketua atau seruan pemimpin kita tapi ini adalah seruan Allah dan wajib kita melaksanakannya jika tidak ingin menerima balasan yang buruk.
 “Bagi orang-orang yang memenuhi seruan Tuhannya, (disediakan) pembalasan yang baik. Dan orang-orang yang tidak memenuhi seruan Tuhan, sekiranya mereka mempunyai semua (kekayaan) yang ada di bumi dan (ditambah) sebanyak isi bumi itu lagi besertanya, niscaya mereka akan menebus dirinya dengan kekayaan itu. Orang-orang itu disediakan baginya hisab yang buruk dan tempat kediaman mereka ialah Jahanam dan itulah seburuk-buruk tempat kediaman.“ (QS. Ar-Ra’du: 18).

Ikhwah, waktu terus berputar, sebagai seorang dai Imam Hasan Al-Banna mengatakan bahwa waktu yang kita miliki lebih banyak dari kewajiban yang ada. Jika kita tidak melakukan kewajiban saat ini maka kemungkinan akan tergilas oleh aktivitas (kewajiban) lain pada waktu selanjutnya.
Ingatkan engkau ketika para sahabat dilarang meminum khamar?
:“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah [434], adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (Q.S. al Maidah: 90-91)

Mendengar firman suci tersebut, tanpa berpikir panjang mereka segera menumpahkan drum-drum penyimpanan khamr. Botol-botol yang menjadi wadah khamr pun segera dipecahkan. Mereka menjawab seruan larangan khamr tersebut dengan teriakan yang kompak,
“إنتهينا يا رب”, kami benar-benar berhenti dan tidak akan melakukannya lagi Ya Tuhan.”
Dari Annas bin Malik “Aku sedang memberi minum para tamu di rumah Abu Thalhah, pada hari khamar diharamkan. Minuman mereka hanyalah arak yang terbuat dari buah kurma. Tiba-tiba terdengar seorang penyeru menyerukan sesuatu. Abu Thalhah berkata: Keluar dan lihatlah! Aku pun keluar. Ternyata seorang penyeru sedang mengumumkan: Ketahuilah bahwa khamar telah diharamkan. Arak mengalir di jalan-jalan Madinah. Abu Thalhah berkata kepadaku: Keluarlah dan tumpahkan arak itu! Lalu aku menumpahkannya (membuangnya). Orang-orang berkata: Si polan terbunuh. Si polan terbunuh. Padahal arak ada dalam perutnya. (Perawi hadits berkata: Aku tidak tahu apakah itu juga termasuk hadits Anas). Lalu Allah Azza wa Jalla menurunkan ayat: Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh karena makanan yang telah mereka makan dahulu, asal mereka bertaqwa serta beriman dan mengerjakan amal-amal saleh.” (Shahih Muslim No.3662)